Klasik.

Kata mereka hidupnya sempurna, nyaris tak tersentuh realita.

“Tawanya tak pernah pudar, seperti bahagia yang tak ada lekang….”, kembali mereka berujar.

Ia yang menyadari kepadanya pujian itu ditujukan, mencoba tetap tersenyum dan memperlihatkan sederet giginya yang rapi tak bercela.

Mereka tak tahu apa yang sedang dihadapinya dibalik kelir bahagia yang ditampakannya.

Pernah aku bertanya padanya, “Mengapa kau selalu menampakkan senyummu? Harusnya biarkan mereka mengetahui bahwa kau tidak sesempurna itu, kau tidak sebahagia itu”

Kemudian ia menjawab, “Tak perlu lah mereka mengetahui keluh kesahku, toh mereka bisa apa? Hanya Tuhanku yang perlu tau, karena hanya Tuhanku yang bisa menguatkanku.”

Leave a comment